Sunday 27 April 2014

HUKUM PERIKATAN

Posted by Unknown at 09:19 0 comments


1.   Pengertian Hukum Perikatan

Hukum Perikatan yaitu Suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara dua orang yang memberi hak kepada pihak yang satu untuk menuntut sesuatu barang dari pihak yang lainnya sedangkan pihak yang lainnya diwajibkan untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pihak yang berhak menuntut adalah pihak yang berpihutang (kreditur) sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang (debitur) sementara barang atau sesuatu yang dapat dituntut disebut dengan prestasi.

2.   Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.
1.    Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2.    Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang”
a.       Perikatan terjadi karena undang-undang semata
Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
b.      Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia

3.    Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum dan perwakilan sukarela.

3.   Azas-azas dalam Hukum Perikatan

1.    Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
2.    Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338  KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
3.    Asas konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.

4.    Wanprestasi dan akibat-akibatnya

Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan   wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni;
a.         Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
b.        Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
c.          Peralihan Risiko

1.   Hapusnya Perikatan

Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata.
a.       Pembaharuan utang (inovatie)
b.      Perjumpaan utang (kompensasi)
c.       Pembebasan utang
d.      Musnahnya barang yang terutang
e.       Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
f.        Kedaluwarsa


 

HUKUM PERJANJIAN

Posted by Unknown at 09:13 0 comments

  1. Standar Kontrak

Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap pihak ekonomi lemah. Biasa juga disebut sebagai perjanjian baku. Standar Kontrak memiliki ciri-ciri sbb:
a.       Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang berposisi (ekonomi) kuat
b.      Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menetukan isi perjanjian
c.       Terbentur oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima perjanjian itu
d.      Bentuk tertentu (tertulis)
e.       Dipersiapkan secara massal dan kolektif

  1. Macam-macam Perjanjian

a.       Perjanjian Jual-beli
b.      Perjanjian Tukar Menukar
c.       Perjanjian Sewa-Menyewa
d.      Perjanjian Persekutuan
e.       Perjanjian Perkumpulan
f.        Perjanjian Hibah
g.       Perjanjian Penitipan Barang
h.      Perjanjian Pinjam-Pakai
i.         Perjanjian Pinjam Meminjam
j.         Perjanjian Untung-Untungan

  1. Syarat Sahnya Perjanjian

Hukum adalah sebuah system yang menetapkan suatu tingkah laku yang diperbolehkan, dilarang, atau yang harus dikerjakan. Berikut ini syarat sah hukum perjanjian yang penting dicatat, yaitu :

a.       Terdapat kesepakatan antara dua pihak ;
b.      Kedua pihak mampu membuat sebuah perjanjian ;
c.       Terdapat suatu hal yang dijadikan perjanjian ;
d.      Hukum perjanjian dilakukan atas sebab yang benar.

Selain poin diatas, sebuah perjanjian dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi dasar dan syarat – syaratnya. Berikut ini merupakan syarat sah sebuah perjanjian yang harus diperhatikan. ;
a.       Keinginan Bebas dari Pihak Terkait
Yang berarti bahwa pihak – pihak yang terlibat tidak dalam unsur paksaan, ancaman, maupun segala hal yang berbau tipu daya.


b.      Kecakapan dari Pembuat Perjanjian
Perjanjian harus dibuat oleh pihak – pihak yang secara hukum dianggap cakap untuk melakukan tindakan hukum. Contoh yang tidak cakap dalam melakukan tindakan hukum antara lain anak – anak, orang cacat, dll

c.       Ada Objek yang diperjanjikan
Perjanjian harus bersifat nyata / tidak fiktif

  1. Saat Lahirnya Perjanjian   

Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.

Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).

  1. Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian

ü  Pelaksanaan Perjanjian          

Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.

ü  Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
1.      Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2.      Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3.      Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4.      Terlibat Hukum
5.      Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian

 
 

ayu sartika's area Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea