Sunday, 27 April 2014

HUKUM PERJANJIAN

Posted by Unknown at 09:13

  1. Standar Kontrak

Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap pihak ekonomi lemah. Biasa juga disebut sebagai perjanjian baku. Standar Kontrak memiliki ciri-ciri sbb:
a.       Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang berposisi (ekonomi) kuat
b.      Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menetukan isi perjanjian
c.       Terbentur oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima perjanjian itu
d.      Bentuk tertentu (tertulis)
e.       Dipersiapkan secara massal dan kolektif

  1. Macam-macam Perjanjian

a.       Perjanjian Jual-beli
b.      Perjanjian Tukar Menukar
c.       Perjanjian Sewa-Menyewa
d.      Perjanjian Persekutuan
e.       Perjanjian Perkumpulan
f.        Perjanjian Hibah
g.       Perjanjian Penitipan Barang
h.      Perjanjian Pinjam-Pakai
i.         Perjanjian Pinjam Meminjam
j.         Perjanjian Untung-Untungan

  1. Syarat Sahnya Perjanjian

Hukum adalah sebuah system yang menetapkan suatu tingkah laku yang diperbolehkan, dilarang, atau yang harus dikerjakan. Berikut ini syarat sah hukum perjanjian yang penting dicatat, yaitu :

a.       Terdapat kesepakatan antara dua pihak ;
b.      Kedua pihak mampu membuat sebuah perjanjian ;
c.       Terdapat suatu hal yang dijadikan perjanjian ;
d.      Hukum perjanjian dilakukan atas sebab yang benar.

Selain poin diatas, sebuah perjanjian dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi dasar dan syarat – syaratnya. Berikut ini merupakan syarat sah sebuah perjanjian yang harus diperhatikan. ;
a.       Keinginan Bebas dari Pihak Terkait
Yang berarti bahwa pihak – pihak yang terlibat tidak dalam unsur paksaan, ancaman, maupun segala hal yang berbau tipu daya.


b.      Kecakapan dari Pembuat Perjanjian
Perjanjian harus dibuat oleh pihak – pihak yang secara hukum dianggap cakap untuk melakukan tindakan hukum. Contoh yang tidak cakap dalam melakukan tindakan hukum antara lain anak – anak, orang cacat, dll

c.       Ada Objek yang diperjanjikan
Perjanjian harus bersifat nyata / tidak fiktif

  1. Saat Lahirnya Perjanjian   

Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.

Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).

  1. Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian

ü  Pelaksanaan Perjanjian          

Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.

ü  Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
1.      Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2.      Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3.      Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4.      Terlibat Hukum
5.      Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian

 

0 comments:

Post a Comment

 

ayu sartika's area Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea